Goodwill adalah aset yang unik karena tidak dapat dipisahkan dari bisnis yang diakuisisi. Berikut adalah bagaimana goodwill dicatat dan dipengaruhi dalam laporan keuangan:
1. Neraca (Balance Sheet)
Ketika sebuah perusahaan mencatat goodwill, hal itu langsung masuk ke neraca.
Pencatatan Aset Tak Berwujud: Goodwill dicatat di bagian aset tak berwujud (intangible assets) dalam neraca. Ini mencerminkan nilai yang dibayar di atas aset bersih fisik perusahaan target.
Peningkatan Aset Total: Pencatatan goodwill meningkatkan total aset perusahaan pengakuisisi, yang pada gilirannya membuat neraca terlihat lebih besar.
2. Laporan Laba Rugi (Income Statement)
Goodwill tidak secara langsung memengaruhi laba rugi perusahaan melalui penyusutan atau amortisasi. Namun, ada satu skenario penting di mana ia akan muncul dalam laporan laba rugi, yaitu penurunan nilai (impairment).
Tanpa Amortisasi: Menurut standar akuntansi, goodwill tidak diamortisasi (tidak disusutkan secara berkala). Hal ini berbeda dengan aset tak berwujud lainnya seperti paten atau hak cipta.
Uji Penurunan Nilai (Impairment Test): Perusahaan wajib menguji goodwill secara berkala (biasanya setahun sekali) untuk melihat apakah nilai aset tersebut masih valid. Uji ini dilakukan untuk memastikan bahwa nilai wajar perusahaan yang diakuisisi tidak turun di bawah nilai tercatatnya di buku.
Kerugian Penurunan Nilai (Impairment Loss): Jika hasil uji menunjukkan bahwa nilai goodwill telah menurun, perusahaan harus mencatat kerugian penurunan nilai (impairment loss). Kerugian ini akan dicatat dalam laporan laba rugi dan mengurangi laba bersih.
3. Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement)
Goodwill tidak muncul sebagai transaksi tunai dalam laporan arus kas, kecuali dalam dua skenario utama:
Akuisisi Awal: Pembayaran untuk akuisisi bisnis, yang menciptakan goodwill, dicatat dalam arus kas dari aktivitas investasi (cash flow from investing activities).
No comments:
Post a Comment